Toyota Rush dan Fortuner Made in Indonesia Laris di Luar Negeri

 

Untuk penetrasi pasar ekspor, Toyota Indonesia punya dua SUV andalan. Rush berhasil dikapalkan 50.300 unit. Sedangkan Fortuner 45.300 unit. Mereka jadi ujung tombak perusahaan, dengan kontribusi nyaris 50%. Bahkan kendaraan utuh (Complete Built Up) bermerek Toyota mencatatkan capaian tertinggi selama lima tahun terakhir. Besarannya 208.500 unit.

Jumlah itu terkerek tipis dibandingkan volume ekspor 2018 sebanyak 206.500 unit. Model lain yang turut digemari ialah Vios, menyumbang torehan 31.000 unit. Dari segmen Multi Purpose Vehicle (MPV) pun disukai. Kijang Innova dan Avanza berhasil dikapalkan ke mancanegara, masing-masing 5.300 unit dan 28.900 unit.

Sementara model LCGC macam Agya juga ambil bagian pengiriman 27.800 unit. Model lain juga melengkapi kinerja ekspor CBU seperti Yaris, Sienta dan Town Ace atau Lite Ace. Total volume terkirim sebesar 19.900 unit. Selain mengekspor kendaraan utuh, Toyota juga menjajakan kendaraan terurai (Complete Knock Down/CKD) sebanyak 45.400 unit.

Lalu mesin bensin dan etanol bertipe TR juga NR, dengan total 123.600 unit. Kemudian volume komponen kendaraan 94,2 juta unit. Seperti biasa, produk ekspor T oyota merambah lebih dari 80 negara destinasi. Mereka tersebar di kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika dan Karibia.

 

“Mempertahankan serta meningkatkan performa ekspor merupakan hal tidak mudah. Sebab menyangkut banyak faktor. Seperti daya saing produk, infrastruktur pendukung hingga regulasi. Maka, kami berterimakasih atas dukungan dari semua pihak. Terutama pemerintah Indonesia, selalu melakukan evaluasi terhadap sektor-sektor yang memengaruhi kegiatan ekspor nasional,” ujar Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).

Tantangan Disrupsi

Di sisi lain, pergesekan krisis global, menurut Toyota, dirasa sangat signifikan memperlambat laju pertumbuhan ekspor. Belum lagi ditambah sengkarut skema non-tarif di beberapa negara tujuan. Jelas sangat menghambat kinerja pengiriman produk otomotif dari dalam negeri. Lalu tantangan ekspor otomotif ke depan ialah menurunnya konsumsi produk otomotif. Itu terjadi lantaran imbas pelemahan kondisi ekonomi di negara maju. Mau tak mau, Toyota mesti putar otak mencari lahan baru. Dan menjadi penting dilakukan agar bisa menggali substitusi market.

“Ada tambahan negara tujuan baru di kawasan Amerika Tengah, Mekong dan Afrika. Ini cukup membantu untuk kompensasi penurunan volume di beberapa negara terdampak krisis. Juga negara yang menerapkan hambatan non-tarif,” tambah Warih.

 

Bob Azam, Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal TMMIN berkomentar pula soal disrupsi. Ke depan, selain karena imbas krisis global, dirupsi digital menjadi pedang bermata dua. Menjadi tantangan, sekaligus peluang bagi industri otomotif. Untuk menghadapi hal ini, perusahaan tengah menyiapkan tameng. Salah satunya dengan meningkatkan efisiensi melalui penerapan teknologi baru. Tapi tetap menjadikan sumber daya manusia sebagai “center of transformation.”

“Kompetisi ekspor ke depan makin ketat. Baik antarpelaku otomotif maupun lintas sektor industri. Bahkan persaingan antarnegara dan kawasan. Maka dibutuhkan SDM berkapabilitas tinggi, mampu menguasai teknologi guna melawan inefisiensi. Saat ini kami tengah mempersiapkan diri agar transformasi menuju era elektrifikasi dan mobilitas berjalan mulus. Semua dilakukan selain menjaga konsistensi perfoma ekspor maupun operasi yang telah eksis,” pungkas Bob Azam.

Stay Connected

Model Terpopuler

NEW AGYA
8 Type
Dilihat: 1444x
NEW AVANZA
5 Type
Dilihat: 1237x

Slide Model

Random Model

ALL NEW RUSH
8 Type
Harga Mulai :
292.200.000
NEW VENTURER
2 Type
Harga Mulai :
493.500.000